Pernah dengar istilah ini? Iya, Gear Acquisition Syndrome atau disingkat GAS merupakan sesuatu yang berbahaya buat para fotografer. Sebenarnya enggak hanya buat fotografer aja sih, buat orang lain juga berbahaya, tapi karena saya sedang ngobrolin GAS dan korelasinya dengan fotografi, jadi di tulisan ini akan saya bahas bahayanya GAS buat para fotografer.
Kalau diterjemahkan, GAS ini adalah rasa ingin yang tidak hilang-hilang dan cenderung sering muncul untuk menambah koleksi gear yang ada. Kalaupun tidak menambah, kecenderungan ingin memiliki gear yang lainnya dengan mengurangi gear yang ada (dijual, supaya gear yang baru bisa terbeli).
Apabila kamu emang seorang kolektor, mungkin GAS ini tidaklah menjadi masalah. Buat seorang fotografer, GAS akan menyebabkan mereka jadi cenderung ‘merasa akan menghasilkan foto yang bagus’ apabila menggunakan gear yang lebih bagus atau lebih mahal dari yang dia miliki saat ini, dan setelah memiliki gear yang diidamkan tersebut, ada rasa kepuasan yang timbul, bukan karena fotonya sesuai dengan yang dia harapkan, tapi karena sudah memiliki gear yang dia idam-idamkan.
Permasalahan dengan GAS ini adalah, keingingan untuk memiliki gear yang baru selalu muncul kapan saja, bahkan walaupun dia baru saja membeli sebuah gear. Dia akan merasa, ‘apabila ditambah gear yang itu, mungkin foto saya akan jadi tambah bagus’. Begitulah seterusnya, sampai akhirnya dia menyadari bahwa gear-gear tersebut tidaklah sepenuhnya sesuai dengan apa yang dia harapkan.
Saya dan GAS
Saya juga pernah mengalami hal seperti itu, saya sangat terobsesi menambah gear seperti DSLR, lensa, dan aksesoris kamera. Saya selalu berpikir dengan menggunakan ‘yang itu’ akan menambah kualitas foto saya, begitu seterusnya. Padahal, setelah saya membandingkan foto-foto lama saya dan foto setelah saya keracunan GAS, tidaklah mengalami perubahan yang signifikan.
Foto saya biasa-biasa saja.
Sampai akhirnya pada masa saya menjual semua gear tersebut. Waktu itu saya menjual karena memang buat menambah biaya nikah saya, tapi saya masih juga mencari alternatif lain, yaitu Film 35mm. Saya masih terjangkit GAS, waktu itu. Dan memang akhir dari obsesi saya terhadap gear adalah saat saya hanya memotret selama satu tahun menggunakan smartphone (iPhone 5). Di situlah baru saya benar-benar mendalami street photograhy.
Pelajaran yang sangat penting adalah, bahwa gear yang saya anggap akan mempengaruhi ‘kualitas’ foto saya, ternyata enggak. Enggak signifikan. Foto-foto saya justru berubah setelah saya mulai memotret street photography cukup serius menggunakan iPhone 5. Dan saya justru lebih bangga dengan hasil foto saya menggunakan iPhone 5 dibandingkan dengan foto-foto saya sebelumnya yang diambil menggunakan DSLR.
Cara Sembuh dari GAS
Sebenarnya agak sulit untuk menyembuhkan diri dari GAS. Saya juga termasuk yang agak sulit untuk 100% sembuh dari yang namanya GAS di fotografi. Misalnya saja, setelah 1 tahun memotret menggunakan kamera yang sama, tentu pada tahun berikutnya akan ada planning atau sedikit keinginan untuk menggunakan kamera yang lain. Jujur aja saya tidak bisa terpaku pada 1 gear saja. Apalagi kalau kameranya digital.
Saya memiliki beberapa tips yang berasal dari pengalaman sendiri dan orang lain:
Apabila kamu senang sekali berada di forum jual beli gear fotografi atau forum yang kebanyakan orang-orang berorientasi hanya pada gear saja, mungkin kamu harus segera pindah atau menutup akunmu di forum tersebut, karena hal yang seperti itu kurang sehat dari GAS.
Buatlah planning dan target yang harus kamu penuhi, misalnya satu tahun satu kamera dan satu flash. Dengan target seperti ini, kamu akan fokus pada hal memotret saja, tidak dengan gear.
Cobalah pinjam kamera temanmu atau di komunitas, kamera yang kebetulan kamu penasaran dan idamkan, bisa jadi setelah mencoba kamera tersebut, hilang sudah rasa GAS yang muncul karena sudah puas ketika kamu meminjamnya. Terkadang sebenarnya kita hanya ingin mencoba saja gear tersebut, bukan benar-benar ingin membelinya.